Tuesday, August 12, 2014

Tentang Pagi (Yang) Tak Siang

Selamat pagi,pagi
Ku menulis surat berdasar waktu dalam angan
Selamat pagi waktu dimana ucapan lebih dalam dari panas matahari
Oh ya lupa pagi matahari belum muncul kan?
Iya seperri hari yang belum sembuh dari luka.
Aku ingin bercerita.
Persetan kau mau mendengar atau tidak. Aku tak minta. Aku hanya ingin menulis. Terus menulis. Seperti orang kesurupan yang tak mengenal lagi. Ya tanpa kesadaran. Ku tahu.
Kali ini berbeda aku sedang dalam kesadaran. Kesadaran akan aku ada. Aku ada disini . Maka aku bercerita.
Mulanya aku akan bertanya. Tanpa mencintai dan dicintai kita bisa bahagia, bukan?
Kenapa bahagia harus diukur dalam cinta, karier, dan sosial. Tanpa cinta kita masih bisa bertahan dan bahagia kan?
Apa buktinya para biarawan dan biarawati diluar sana tanpa cinta disebut bahagia. Kurasa memang mereka begitu.
Apakah sebuah hubungan harus dengan berpacaran? Apakah sebuah komitmen diperlukan? Untuk apa? Saling menyakiti? Saling berdusta? Mengapa tidak jalani saja? Mengapa tidak saling memeluk dalam tidur namun tetap sebagai sahabat?
Sepenting itukah status?
Rasa tentangmu mungkin masih tersisa tak luput dari jiwa yang belum diam.
Badebah! Aku rasa aku sudah cukup bahagia. Aku rasa aku sudah cukup menikmati hidup. Tapi kenapa. Harus ada namanya hubungan? Aku lebih menghargai hubungan tanpa status yang bergairah dibanding sebuah hubungan pacaran tenang tanpa gairah. Bukan. Aku tak memuja seksualitas. Aku hanya menikmati. Detik demi detik waktu yang ada. Tanpa melewati apapun yang dapat kesebut bahagia. Mungkin bagi kalian tidak.

Selamat malam.
Selamat kelam
Selamat bergumam dalam impian yang tak pernah nyata
Dalam sebuah mimpi yang sewaktu sirna
Selamat hidup merdeka tanpa batas
Selamat mencintai
Aku lari
Dari kenyataan yang tak pernah berpihak.
Ini tentang waktu
Terlambat!
Nasi telah menjadi bubur
Luka kembali dengan pilu

Selamat tinggal,
Aku menyayangimu