Sunday, October 5, 2014

Mau Kau Beri Judul Apa Catatan ini?

Selamat pagi, aku menulis ini saat hari telah benar benar pagi. Saat aku mempelajari sebuah arti menunggu. Selamat pagi, untuk kamu yang disampingku. Selamat pagi, ini kisah bercerita tentangmu. Selamat pagi, tolong baca catatan tak berarti ini. Selamat pagi, semoga kau ingat aku.

Hari Sabtu, 4 Oktober 2014
Aku menulis seperti orang gila tentangmu. Kemu memaksau menulis tentangmu. Ku menlis dengan beberapa kali edit dan juga perbaikan. Apa beda edit dan perbaikan bukannya sama saja? Persetan. Aku sedang malas membahas hal seperti itu. Semain hari aku mengenalmu semakin banyak aku memahamimu, Kurasa itu yang terjadi. Aku malah menjadi terbiasa dengan segala cara ngomongmu termasuk umpatanmu yang kalau boleh jujur bikin ludahmu kemana mana. Hari ini seharusnya aku mengikuti retret yang katanya ada acara perjodohan. Ah aku malah tak ikut. Aku malah menikmati hibernasi untuk mengisi energi menjelang UTS. Alasan tentang kamu? Sekali lagi aku tak tahu. Masih banyak yang aku tak tahu. Dan sepertinya belum aku mengerti. Terutama tentang kamu. Aku belum paham. Walaupun kuakui aku merasa nyaman didekatmu.

Pukul 18.13 WIB
Kau mengajakku menemanimu menghadiri pertemuan kelompokmu. Jangan tanyakan sedikitpun padaku kelompok apa. Akupun tak mengerti. Yang kutahu kumpul dengan orang Batak. Itu saja. Selanjutkan akupun tak mengerti apalagi detailnya. Mana aku tahu.
Aku hanya menuruti saja. Tak tau pula kenapa aku mau menemanimu saat itu. Dan kenapa aku seperti bersemangat. Apakah ini sebuah distraksi belaka? Yang membuat segala nya menjdi menggairahkan? Ataukah sebuah keinginan untuku tetap berada didekatmu? Atau malah memang ini yang kuinginkan? jangan tanya dahulu. Aku tak tahu dan memang belum mengerti entah sampai kapan. Karena sekali lagi, aku belum memahaminya. AKU belum PAHAM

Pukul 20.23 WIB
Kesekian kalinya kau kembali menjemputku di kosku. Saat sebelum kau tiba Kau menyuruhku menggunakan sepatu hak tinggi. Aduh, Konyol sekali dirimu menyuruhku seperti itu. Namun, lagi lagi aku mau menuruti kemauan anehmu itu. Astaga. Aku rasa  apa aku benar benar terkena distraksi akan dirimu. Mau maunya aku melakukan apa yang kau pinta. Ataukah memang sebenarnya aku memang ikhlas dan dari hati melakukan hal itu? Malam itu, kau benar benar memintaku menemanimu ikut dalam pertemuan dengan abang dan kakak mu itu. Katamu itu untuk turnamen. Ya aku mau menunggumu dibawah. Dengan kesabaran yang penuh aku menunggumu. Sabar sekali ya diriku buatmu. Mungkin dengan menunggumu membuatku menjadi lebih sabar. Menunggumu seperti mengasah sebuah pisau, dan pisau itu adalah kesabaran yang terlatih. Ya terltih menunggumu kuraa. Anehnya saat itu yang terjadi aku sama sekali tak merasa kesal yang berkelanjutan ketika menunggumu. Candu macam apa lagi yang kau berikan padaku ini. Membuatku selalu tak berdaya saat menghadapimu. Yang terasa hanyalah rasa nyaman yang mengakar sangat kuat dan sepertinya membuatku terlena tak berdaya. Entah aku tak mengerti atau bagaimana, namun aku rasa lebih tepatnya aku memang tak mau mengerti. Aku hanya ingin lebih memahami. Dan paham akan dirimu. Itu saja yang ada dipikiranku kini.
Aku dengan sabar menemanimu sambil membaca buku manajemen pemasaran yang setebal tembok kampus itu. Ahhh... Aku sabar sekali bukan denganmu? Kamu memang seperti candu buatku. Yang membuatku lemas dan sulit lepas darimu. Jika kuhitung dalam satuan waktu mungin aku akan cukup bosan menemanimu. Namun yang kurasa saat itu tidak. Aku baik baik saja. Tanpa kebosanan yang berarti.
Sepulang dari tempat pertemuan mu yang kalau aku tak salah namanya twenty four kita lagi lagi berkeliling melewati malioboro dan mencari tempat kita menghabiskan waktu berdua. Franks Nuttelaria menjadi pilihan kita malam itu. Disana kau menceritakan tentang kelaurgamu, teman temanmu, dan keinginan serta kerinduanmu untuk pulang ke daerahmu. Malam itu membuatku semakin mengenalmu, walau aku pun belum mengetahui banyak tentangmu. Tentang kamu anak terakhir yang memang saja kau sangat manja. Walau seringkali memang kau tutupi dengan sikap dewasa dan mukamu yang dewasa itu. Selain itu, kau pun bercerita tentang 3 keinginanmu di masa depan. Ah aku ingat apa saja keinginanmu, tak mungkin aku melupakan itu begitu saja. Keinginanmu itu yang pertama kau ingin hidup cukup, yang kedua kau ingin memiliki keluarga, serta yang terakhir kau ingin membahagiakan orang tua. Ah ternyata aku yang lupa. Kau membicarakan itu pertama kali saat kita makan zuppasoup di depan petraco. Dan yang semalam kita bicarakan lebih kepada resume yang telah kita bahas. Aku benar tak menyangka kau memiliki keinginan yang begitu indah dan nyaris sempurna. Kau banyak bercerita semalam. Itu membuatku senang, karena aku bisa menjadi pendengar yang baik untukmu. Mungkin kau pun senang dan lega atas semua ceritamu tersebut. Kuharap setelah itu kalo kamu ada masalah, kamu dapat menceritakannya padaku. Aku janji aku pasti akan dapat mendengarkan dengan seksama dan membantumu menyelesaikan. Dari pembicaraan semalam memang membuatku lebih mengerti akan dirimu. Kita menghabiskan waktu sampai tempat kita bercerita hampir tutup. Dan lampu telah dimatikan. Kita kembali mengelilingi jalan malioboro untuk yang kesekian kalinya malam ini. Disana aku menceritakan tentang mitos penghitungan pohon beringin. Yah kutahu kamu sangat penasaran. Saat itu juga kamu langsung mengajakku menhitung pohon yang katamu jumlahnya 26. sungguh aku berulang kali melewati tempat tersebut dan tak pernah berhasil menghitung pohon. Saat itu baru pukul 2 pagi. Kau bertanya kepadaku. Apakah aku mau kemana? Ku jawab saja terserah dia. Aku menurut. Seperti candu bukan dirimu bagi diriku? Kita menemui teman mu dan mengobrol bersama temanmu. Dan disana aku menemukan fakta baru tentang dirimu adalah kau sebagai ketua kelompok inisiasimu itu. Kau terlihat sangat bersahabat dengan teman temanmu. Memang, kau sepertinya bersahabat dengan semua orng. Tak dapat kupungkiri itu. Disana kau bilang. Kalau saja kau mengantarkanku ke kos pada jam segini kau pasti akan merasa tak enak kepada penjaga kosku. Aku mengerti kok dengan egala keputsan dan peimbanganmu.
Aku, kamu dan kedua temanmu berkeliling mencari tempat untuk duduk menunggu sang matahari mulai malu malu muncul menampakkan dirinya yang menawan. Ah matahari selalu menawan memang dan pagi ya itu adalah suasana terindah. Kita brkeliling melewati semua tempat yang ada. SIAL. Menjelang Hari Raya Idul Adha semua cafe serta tempat duduk ditutup. Akhirnya kamu dan kedua temanmu memutuskan untuk menunggu sang matahari di rental PS. Sebagai wanita tulen, Kurang Pacar-able apa coba jam larut seperti itu menunggui kamu bermain PS. Sayang memang Pacar-able saja memang tak pernah menjamin. Kamu bermain dan aku menuis ini. menulis tentang aku dan kamu yang belum dapat ku panggil kita. Karena kita memang terlalu luas. Lebih baik dipersempit dahulu menjadi aku dan kamu. Sebenarnya aku sudah mengantuk namun apa daya tulisan selalu membuat energi ku bertambah. kantuk berubah menjadi bara api yang berkilat panas. Begitulah rasanya menulis. 
Disini aku bingung bahkan sangat bingung. Mau kuberi apa judul catatan ini? Malam bersama atau pagi bersama? Mau kutulis apa pembuka yang pantas? karena pembuka beum selesai aku pikirkan sedari tadi. Ah Menurutmu kuberi judul apa catatan ini? Aku dan kamu?
Selamat pagi kamu.
Yang menjadi candu dalam hariku yang berwarna.
Selamat Pagi, ya.

Aku yang selalu siap kau ganggu
Aku yang kecanduan akan segala
tentangmu

No comments:

Post a Comment